Pages

Jumat, 26 September 2014

Kisah Singkat dr. Cipto Mangunkusumo


Five Star Doctor, dr Cipto Mangunkusumo

Departemen Kajian, Strategi, dan Advokasi
Lembaga Eksekutif Mahasiswa
FakultasKedokteran
Universitas Islam Indonesia
2014

Tjipto Mangoenkoesoemo adalah seorang putra bangsa yang menyayangi bangsanya baik melalui jalan perbaikan kesehatan ataupun poitik anti feodalisme dan anti kolonialisme-nya. Perlu banyak waktu untuk menceritakan panjang lebar tentang tokoh ini, jadi saya akan memfokuskan ceritanya pada saat ia menjadi siswa ya, semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita, contoh yang baik, jangan contoh yang tidak baik. Oke ? Kita mulai berkenalan dengan beliau.
            Tjipto Mangoenkoesoemo kecil lahir dari keluarga kelas menengah bawah di Ambarawa tanggal 4 Maret 1886. Putra tertua dari Mangunkusumo, seorang guru yang kemudian menjadi Kepala sekolah, ini memiliki kecerdasan dan semangat belajar yang tinggi. Cipto memiliki keluarga yang memegang budaya Belanda, Ayahnya yang merupakan anggota Dewan Kota Semarang. Melalui kecerdasannya, ia mampu bersekolah di Stovia (School Ter Opleiding Van Indische Artsen = Sekolah Dokter Bumiputera).  Di Stovia, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjulukinya sebagai “een begaald leerling” atau murid yang berbakat , Subhanallah. Namun, di sana Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur. Nah, perlu dicontoh ya, jangan banyak main, banyak belajar, tugas utama pelajar. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya, senantiasa dijadikannya topik pidato. Baginya, STOVIA adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.

Beberapa peraturan-peraturan di Stovia menimbulkan ketidakpuasan pada dirinya, seperti semua mahasiswa Jawa dan Sumatra yang bukan Kristen diharuskan memakai pakaian tadisional bila sedang berada di sekolah. Hal ini membuat geram Cipto, namun ia tidak hanya marah dan bicara besar, ia beraksi nyata. Di sekolah ia memakai baju hitam dengan kain berwarna kelam dan ikat kepala dari batik yang dipakai secara sederhana. Pakaian itu adalah pakaian petani, pakaian rakyat jelata. la sendiri mengaku dirinya anak rakyat, anak si Kronis.  Bagi Cipto, peraturan berpakaian di STOVIA merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan feodalisme. Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hirarki administrasi kolonial, yaitu oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak bekerja pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Akibat dari kebiasaan ini, rakyat cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat pribumi yang memakai pakaian tradisional. Ia menamatkan STOVIA pada tanggal 28 Oktober 1905.
            Ketidakpuasannya terhadap peraturan-peraturan di STOVIA serta keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Indonesia di bawah jajahan kolonial Belanda saat itu membuat dirinya aktif menuangkan segala pemikiran dan kritisinya dalam harian De locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Tulisannya disana mengkritik dan menyerang cara memerintah Pemerintah Hindia Belanda yang feodalistik sehingga menyengsarakan rakyat. Akibat tulisannya itu, dokter Cipto diberi ultimatum, diberi peringatan, Berhenti menulis atau berhenti menjadi dokter pemerintah dan mengembalikan beasiswa yang ia dapat sewaktu belajar di Stovia. Bagaimana ? Bagaimana jika kita berada di posisi dokter Cipto ? mana yang kita pilih ? Ternyata saudara-saudara sekalian, beliau memilih kehilangan uang dan jabatannya daripada rasa nasionalismenya terkekang. Ia pun berhenti menjadi dokter pemerintah dan membuka praktek di Sala.
Cipto Mangunkusumo banyak mengecap kehidupan organisasi. Ia bergabung dengan organisasi Boedi Oetomo hingga akhirnya keluar dari organisaasi tersebut karena merasa aspirasinya tidak dapat tersampaikan, dan memang Boedi Oetomo akhirnya dipegang oleh Pemerintah Belanda. Bulan September 1912 Douwes Dekker, dr. Cipto dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mengadakan propaganda keliling pulau Jawa dan pada 25 Desember 1912 mengumumkan berdirinya Indische Partij (IP), dengan ketua Douwes Dekker dan dr. Cipto menjadi wakil ketuanya, IP adalah partai politik dalam arti yang sesungguhnya. Bentuk dan karakter bangsa dan negara Indonesia, secara langsung dan tidak langsung, juga di bentuk oleh dr Cipto. Salah satu caranya adalah beliau merupakan mentor utama dari Soekarno, presiden pertama RI, saat Soekarno pindah ke Bandung. Penders (1974) menyatakan dalam bukunya :  "In some ways this close relationship between Tjipto and Sukarno was not surprising; both were highly intelligent men and extremely sensitive to the reality of the colonial situation, an injustice they took as a personal insult.".
Masih banyak kisah kehidupan dari dokter Cipto Mangunkusumo yang tak cukup diungkapkan dalam tulisan ini, baik sumbangsihnya dalam memperbaiki kesehatan masyarakat di zaman kolonial ataupun kehidupan politiknya yang menentukan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Sekali lagi saya ingatkan, contohlah yang baik dari beliau, dan jangan contoh yang buruk, manusia pasti memiliki kesalahan. Peka terhadap yang salah, dukung yang benar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

About

Wadah Penyaluran Inspirasi | Gedung Costa Jalan Kaliurang KM 14 Yogyakarta