Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang sudah di depan mata tidak hanya menyajikan
tantangan namun juga peluang bagi bangsa Indonesia. Salah satu elemen
masyarakat yang nantinya turut berperan dalam MEA 2015 tidak lain adalah
generasi muda, yang diwakili oleh para pelajar dan mahasiswa di perguruan
tinggi. Kontribusi mahasiswa untuk mengkaji tantangan dan peluang dalam MEA
2015 diharapkan dapat mendorong generasi muda untuk lebih peka dan siap dalam
menghadapinya. Hal ini tentunya sangat penting agar generasi muda Indonesia
tidak sekedar menjadi penonton dalam kesepakatan regional tersebut namun juga
pemain yang aktif berkontribusi.
Seperti tergambar dalam kegiatan bertajuk Know
AFTA, to Create Intellectual Person Tomorrow yang digagas oleh departemen
Kajian Strategi dan Advokasi LEM
Fakultas Kedokteran UII. Kegiatan tersebut merupakan forum diskusi terbuka yang
mempertemukan para mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu untuk membahas isu
terkini tentang pelaksanaan MEA 2015. Kegiatan yang berlangsung di Auditorium
FK UII, pada Ahad (11/1) ini juga mengundang tiga pembicara untuk mengupas MEA
2015 dari tiga perspektif berbeda, yakni dari sudut pandang ekonomi, hukum, dan
kedokteran.
Abdul Hakim, Ph.D menjadi pembicara pertama yang membuka diskusi. Dosen
Ekonomi UII memaparkan bahwa bergulirnya MEA 2015 hendaknya disikapi secara
proporsional, bukan dengan sikap yang reaktif, emosional, apalagi resisten.
“MEA 2015-kan sudah menjadi keniscayaan. Yang terpenting adalah segera menata
diri dan tidak panik”, ungkapnya. Ia cukup optimis bangsa Indonesia akan segera
adaptif dalam menyambut perubahan ini dan pemerintah pun telah menyiapkan paket
kebijakan yang tepat untuk mensimulasikan MEA tersebut.
Sementara, pembicara kedua Anang Zubaidi, SH, MH lebih menyorot kesiapan
dalam menghadapi MEA dari perspektif hukum. Ia mengkaji kesiapan ini dari tiga
level penyusun hukum, yakni substansi, struktur, dan budaya hukum. Dari ketiga
hal itu, budaya hukum masyarakat Indonesia patut menjadi sorotan karena dinilai
belum menunjukkan kepatuhan akan hukum. Selain itu, pemerintah juga dituntut
untuk dapat menghasilkan produk kebijakan hukum yang berpihak pada rakyat dan
kepentingan nasional namun juga sejalan dengan kesepakatan regional dalam MEA.
Sedangkan pembicara ketiga, dr. Agus Taufiqurrahman, Sp.S, M.Kes mengkaji
pelayanan kesehatan pada era MEA 2015. Menurutnya, persepsi masyarakat
Indonesia yang terkadang menilai negatif pelayanan kesehatan di dalam negeri
perlu dibenahi. “Masyarakat kita seringkali sudah dihinggapi budaya inferior.
Segalanya dari luar selalu dipandang lebih baik, termasuk dalam hal pelayanan
kesehatan”, keluhnya. Hal ini cukup berbahaya karena jika kelak masuk rumah
sakit internasional dari Singapura maka akan menggilas praktek kesehatan yang
telah diselenggarakan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar